Monday, December 02, 2013

"menye-menye' melulu............



CINTA MELULU..

“Lagu cinta melulu
Kita memang benar-benar Melayu
Suka mendayu-dayu
Lagu cinta melulu
Apa memang karena kuping Melayu?
Suka yang sendu-sendu
Lagu cinta melulu


Barangkali lirik lagu di atas yang akhirnya benar-benar menyadarkan saya bahwa lagu itu tidak hanya yang “menye-menye” saja, apalagi ditambah dengan rintihan kehidupan yang layaknya tidak ada kehidupan yang lebih baik dari hari ini. Berangkat dari lirik lagu “cinta melulu” dari Efek Rumah Kaca inilah yang sebenarnya penikmat musik bisa dengan jelas melihat, bahwa dalam sebuah lagu itu terdapat berbagai macam tema yang bisa diangkat. Mulai dari tema sosial, lingkungan, bahkan politik pun bisa diangkat. Namun semua itu tetap bergantung kepada tujuan dari karya tersebut dibuat, apakah untuk mendidik ataukah hanya untuk menambah pundi-pundi kantong semata. Menjamurnya Band-Band yang mengusung lagu sendu memang tidaklah salah, tapi apakah para penikmat tidak merasa akan lebih baik jika dibarengi dengan pesan-pesan moral yang lebih efektif?


Kalau dilihat lebih dalam lagi, tema lagu yang diangkat oleh Efek Rumah Kaca sebenarnya tidaklah asing bagi kita. Mulai dari “shopaholic” seperti di lagu belanja sampai mati, sampai kepada lagu berjudul “Di Udara” yang mengangkat aktivis Munir yang mewakilkan pesan mendalam bagi mereka yang mengenal sosok pejuang tersebut. Balik ke masa sebelumnya, lagu bertema lingkungan pun sempat dijajal oleh Nugie yang telah menelurkan 3 buah album bertemakan lingkungan yaitu Bumi (1995), Air (1996) dan Udara (1998) dan pada akhirnya menghantarkan dia menjadi aktivis lingkungan hingga kini. Di kancah politik pun, sebut saja dedengkot seperti Iwan Fals, sempat menjadi ancaman bagi para pelaku politik yang manakala saat itu merasa tersindir dengan lagu-lagunya seperti Oemar Bakrie dan Bento. Tak urung Iwan pun pernah ditahan lantaran menyuarakan suara saat para pejuang mahasiswa berdemo sana sini. Tanpa basa basi, di masa yang berbeda, muncullah sekelompok anak muda dari gang Potlot yang menamakan dirinya Slank (yang dilihat-lihat memang bergaya slenge’an). Seperti layaknya sebuah reinkarnasi, sosok Iwan Fals yang mulai redup dengan kritikan sosial sana sini kembali dihidupkan oleh Slank yang mengusung lagu bertema isu-isu sosial, kritikan tajam sampai pesan moral yang sangat mudah untuk dimengerti. Terbuktikan dengan adanya kasus pencekalan lagu mereka yang sebenarnya agak terlambat sekali dilakukan lantaran lagu tersebut sudah sejak ada di tahun 2004. mereka yang merasa tersindir dengan lagu “Gosip Jalanan” pun sempat berang dengan lirik tersebut. Tetapi tak selang lebih dari 48 jam selepas para kaum berdasi akan melayangkan surat pencekalan, tertangkaplah juga teman mereka yang dituduh menerima suap dari kliennya. Lalu, apakah yang disebut dengan demikian? Ironis bukan?


Sudahlah, sudah saatnya bangsa Indonesia mendengarkan lagu-lagu yang bersifat mendidik. Tidaklah salah apabila mengangkat tema cinta-cintaan, selingkuh-selingkuhan (walaupun dahulu tema ini seakan-akan tabu untuk dibicarakan, dan kini menjadi sebuah kebanggaan apabila dalam suatu hubungan ada bumbu perselingkuhan, weirdo!) tetapi selayaknya dibarengi dengan nada yang tidak “menye-menye” melulu. Sudah sedih buat apa ditambah sedih lagi. Kapan bangsa ini bisa bangun dari tidurnya yang lelap? Kalau memang lagu merupakan sarana pembentuk masyarakat, jadikanlah lagu menjadi alat pendidik yang baik dan tidak hanya mementingkan kantong semata-mata saja bung!


Tulisan kecil yang mengantarkan saya menjadi salahsatu jurnalis majalah tertua di Indonesia, HAI. It's been almost 5 years together and still counting....Learn alot from it!

No comments: